Saturday, October 15, 2011

Sokrates: Dari Budi Hingga Daimonion


Crito,aku berhutang seekor ayam kepada Aesculaap, jangan lupa membayarnya kembali.” Kata Sokrates. “Utang itu akan dibayar.” Jawab Crito, “Adakah pesan yang lain?” Suasana berubah hening. Sokrates dengan tenang berkata, “Tidak ada.” Tidak berselang lama, datang seorang pelayan penjara mengangkatkan kain yang menutupi Sokrates. Matanya terbuka dengan tiada bercahaya lagi. Crito menutupkan mulutnya dan matanya.
Paragraf di atas adalah potongan antiklimaks dari kisah hidup seorang pelopor filsafat klasik di Yunani, Sokrates. Lahir dari rahim seorang bidan yang bersuamikan pengerajin patung, Sokrates hidup ketika ajaran Sofisme sedang berjaya di Atena. Sokrates lahir pada tahun 470 SM dan meninggal pada 399 SM. Masa muda Sokrates dihabiskan dengan membantu bapaknya sebagai pematung, sebelum akhirnya memutar haluan. Dari membentuk batu menjadi patung, ia membentuk watak manusia. Ia merupakan filsof dengan coraknya sendiri. Hidupnya adalah filosofinya. Sokrates tidak pernah menulis ajaran, melainkan dilakukannya dengan perbuatan, dengan cara hidup. Tujuan filosofi Sokrates adalah mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-lamanya.
Menurut Sokrates, filosofi bukan isi, bukan hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi hidup. Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir. Potongan badan Sokrates berbeda dari kaum Grik – yang pada umumnya berbdan ramping, tgap dan bermuka elok. Sokrates berbadan pendek, sedikit gemuk, mulutnya lebar, hidungnya botok, dan matanya terbudur. Ia dikenal sebagai orang yang jujur, adil, dan baik. Di banyak riwayat yang ditulis murid-muridnya, ia di gambarkan sebagai orang yang lurus, berkelakuan murni, hidupnya sederhana dengan tidak berkeperluan. Ia selalu berkata terus terang. Ia baik kepada semua orang – sikap saleh, gembira, tenang, tangkas, dan lucu. Begitulah Sokrates.
Hidup Sokrates selalu penuh dengan pertanyaan. Tabiatnya sehari-hari adalah berjalan keliling kota, mempelajari tingkah laku manusia dari berbagai segi hidupnya. Alasanya tidak pergi meninggalkan kota adalah, “Padang rumput dan pohon kayu tidak member pelajaran apapun kepadaku, manusia ada.” Rasa ingin tahunya sangat tinggi dan selalu meluap-luap. Ia selalu bertanya, dan sungguh-sungguh bertanya, karena ia mau tahu. Mulai dari seorang pelukis, ia menanyakan tentang apa itu ‘indah’. Ia menanyakan ‘berani’ kepada prajurit. Ia bertanya tentang dan kepada semuanya. Ia selalu berkata, yang ia ketahui cuma satu, yaitu bahwa ia tak tahu. Oleh sebab itu ia selalu bertanya. Tanya-jawab adalah jalan baginya untuk memperoleh pengetahuan. Itulah asal-muasal ‘dialektik’. Kata yang berakar dari ‘dialog’, yang berarti bersoal jawab antara dua orang.
Sokrates memperoleh banyak kawan dan murid karena sifat berani, adil, dan jujur. Banyak pemuda Atena yang kepincut untuk berguru dan melaksanakan ajarannya. Tapi, karena ia hidup di zaman pemikiran Sofisme – pandangan yang terlalu mengemukakan pendirian subjektif, relatif, dan skeptis – yang sedang berkembang, Sokrates juga banyak memiliki musuh. Mengajarkan orang mencari kebenaran, itulah tujuan Sokrates – sebagai reaksi terhadap ajaran Sofisme.
Karena ‘ketidaktahuan’ Sokrates, ia berguru kepada guru Sofis yang mengobral ilmu. Ia mulai dengan pertanyaan yang mudah dan sederhana – hampir selalu begitu. Kemudian disusul dengan pertanyaan selanjutnya. Dan dibarengi pertanyaan seterusnya. Pertanyaan tersebut semakin mendesak dan tepat. Akhirnya guru Sofis tak sanggup lagi menjawab dan mengaku ia tidak tahu. Retorikanya hilang. Lalu dengan tenang Sokrates mengunci tanya-jawab tersebut dengan berkata, “Demikianlah adanya, kita berdua sama-sama tidak tahu.” Karena hal inilah, banyak guru Sofis memusuhinya. Dan menjatuhkan dua tuduhan kepada Sokrates. Pertama, ia meniadakan dewa-dewa yang diakui oleh Negara, dan mengemukakan dewa-dewa baru. Tuduhan kedua menyatakan bahwa Sokrates itu menyesatkan dan meusak fiil pemuda.
Ketika Sokrates mulai disidangkan ia sudah mengetahui bahwa ia akan disalahkan dan dihukum. Tetapi pantang baginya untuk menjilat, beriba-iba dan melepaskan semua pandangan dan pemikirannya. Bahkan ia mengatakan bahwa ia tidak bersalah, melainkan berjasa pada pemuda dan masyarakat Atena. Bukan hukuman yang seharusnya ia terima, melainkan upah yang harus diterimanya. Sokrates juga menuntut supaya seumur hidupnya de beri makan oleh Negara pada Prytaneion, yaitu balai kota di masa kini.
Para hakim dan sahabat tercengan. Guru Sofisme yang merasa dilecehkan akhirnya menjatuhkan hukuman mati dengan meminum racun kepada Sokrates. Ia sedikitpun tidak gentar. Dengan tenang ia berkata bahwa siap menjalani hukuman tersebut. Saat-saat terakhir sebelum eksekusi mati Sokrates itu digambarkan oleh Plato dalam Phaidon. Dituliskan bahwa sebelum Sokrates meminum racun, ia memasuki kamar mandi bersama Crito, salah seorang muridnya. Setelah mereka kembali, ia duduk bersama murid-muridnya – Plato dan Apollodorus. Kemudian dengan tenang ia meminum racun. Pertama kakinya mulai mati rasa, dan kemudian menjalar ke bagian atas tubuh. “Apabila racun itu sudah sampai ke jantung, sampailah ajalku.” Kata Sokrates disaksikan murid-murida dan penjaga penjara.

Budi Ialah Tahu
Sokrates tidak mengajarkan, melainkan menolong orang untuk mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Dalam mencari kebenaran, Sokrates tidak memikir sendiri, melainkan selalu bersama orang lain, dengan jalan dialektika (tanya-jawab). Sebab itu, metode yang dilakukan Sokrates disebutnya maieutik, menguraikan, seolah-olah menyerupai pekerjaan ibunya sebagai bidan – dukun beranak. Sokrates merupakan pembangun dialektik pengetahuan – berdasar pada keterangan Aristoteles. Pencarian kebenaran dengan jalan dialektika yang di tutup dengan pengertian, maka Sokrates sebenarnya menempuh jalan induksi dan definisi. Induksi pada masa Sokrates berbeda makna dengan induksi masa sekarang. Jika induksi sekarang meperhatikan hal-hal yang kecil kemudaian ditarik ke dalam pengertian umum, induksi Sokrates adalah membandingkan secara kritis – melalui dialektika. Ia memakai komparasi (perbandingan) disertai contoh dan persamaan, dan kemudian diuji dengan saksi dan lawan saksi. Begitulah cara Sokrates mencari ‘Pengertian’. Dari induksi sampai ke defisnisi.
Pengertian menurut paham Sokrates sama dengan apa yang disebutkan Kant; prinsip regulatif, dasar menyusun. Dengan demikian, hasil yang dicapai tidak takluk kepada paham subjektif, seperti yang diajarkan kaum Sofis, melainkan meintikberatkan pada sifatnya, dan berlaku selama-lamanya. Artinya, induksi dan definisi menuju pengetahuan yang berdasarkan pengertian. Budi ialah tahu! Maksudnya, budi-baik lahir dengan pengetahuan. Manusia yang dirusak oeh ajaran Sofisme mau dibentuknya kembali.

Daimonion
Membicarakan ‘kesenangan hidup”, Sokrates tidak pernah mempersoalkan. Akibatnya murid-muridnya mengabil jalan sendiri untuk mendefinisikan ‘apa itu kesenangan hidup?” Tidak heran jika mereka bertentangan. Manusia itu pada dasarnya baik, kata Sokrates. Keadaan dan tujuan manusia ialah kebaikan sifatnya dan kebaikan budinya.
Melihat Sokrates dari segi keagamaan, kita akan menemukan bahwa di dalam pandangan keagamaan tersebut memiliki pengaruh paham rasionalisme. Sokrates percaya adanya Tuhan. Alam ini teratur susunannya berdasrkan ujud tertentu karena Tuhan. Disini Tuhan dipercayakan sebagai segala-galanya yang tidak dapat diduga oleh otak manusia, karena Sokrates memandang bahwa jiwa manusia adalah bagian dari Tuhan. Hal inilah yang ia sebut sebagai daimonion. Sejatinya semua orang merasakan kehadiran Tuhan dalam jiwa yang terdalam.




Sumber Referensi :
Hatta, Moh. 1986 .Alam Pikiran Yunani. Jakarta: Penerbit Universita Indonesia (UI-Pers).
Meliono, Irmayanti. Dkk. 2010. Buku Ajar I:Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi. Jakarta: Badan Penerbit FK Universitas Indonesia.
Downs, Robert, B. 2001. Buku-Buku Pengubah Sejarah. Yogyakarta: Tarawang Pers.


Oleh: Oejank Indro -2011-


No comments:

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL Hasil Obervasi Restorasi Arsip Nasional RI dan Sinematek Indonesia Iswanda Fauzan S. ( LIS Rese...