Thursday, December 29, 2011

Karl Marx: Sosialisme dan Komunisme


Oleh, Mang Oejank Indro

Pendahuluan
Istilah sosialisme selalu identik dengan sosok Karl Marx. Padahal pemikiran tentang sosialisme terlampau jauh berkembang sejak abad ke V – sebelum Marx mulai memikirkan recolusi proletariat. Pemikiran Marx sendiri tentang sosialisme sebenarnya sudah termaktub dalam beberapa karya dan budaya Yunani kuno – meskipun terbatas pada objek dari sosialisme itu sendiri. sosialisme untuk semua digagas oleh Jambulos dan Euhemeros. Jambulos mendeskripsikan sebuah ‘negara matahari’ dimana segala-galanya – termasuk para isteri – dimiliki bersama.
Kata ‘sosialisme’ sendiri mucul di Prancis sekitar tahun 1830, begitu juga ‘komunisme’. Kedua kata ini pada awalnya memiliki makna yang selaras, namun ‘komunisme’ segera dipakai oleh golongan sosialis radikal, yang menuntut penghapusan total hak milik pribadi dan kesamaan konsumsi serta mengharapkan keadaan komunis itu dari kebaikan pemerintah, melainkan semata-mata dari perjuangan kaum terhisap sendiri (Frans. 2003:14). Sosialisme pada abad pertengahan memiliki motif-motif yang erat dengan nilai-nilai religius tertentu, yaitu Kristen. Terutama dalam pertimbanhan tentang penyambutan Kerajaan Allah, orang harus bebas dari keterikatan.
Sedangkan memasuki zaman pencerahan, perkembangan paham sosialisme tidak mampu berkembang pesat. Hal ini disebabkan dominasi golongan borjuasi yang menuntut kebebasan politik supaya dapat bebas berusaha dan berdagang untuk kepentingan milik pribadi – sebesar dan sebebas mungkin. Sejak bergulirnya Revolusi Prancis (1789-1795), sosialisme memasuki era modern dalam perkembangannya. Keyakinan dasar para pemimpin sosialis modern adalah, secara prinsipil produk pekerjaan merupakan milik si pekerja. Milik bersama dianggap tuntutan akal budi. Mereka meyakini bahwa masyarakat akan berjalan jauh lebih baik kalau tidak berdasarkan milik pribadi.
Sejalan dengan perkembangan sosialisme, paham komunisme sebagai ‘sosialisme radikal’ pun berkembang mengiringi perkembangan induknya. Sejarah perkembangan kedua pemikiran ini – sampai saat ini – seolah mengerucut pada pergolakan yang terjadi di belahan Eropa, khusunya Uni Soviet – sekarang Rusia. Diantara tokoh-tokoh yang memiliki dominasi penuh atas kedua pemikiran ini adalah Karl Marx, Engels, Stalin, dan George Lukaes. Oleh karena itu, untuk memahami perkembangan pemikiran sosialis dan komunis, penulis menitik beratkan kajian pada perkembangan pemikiran Marx, Engels, dan Stalin. Sedangkan untuk memperkuat pengaruh pemikiran sosialisme dan komunisme modern, tulisan George Lukaes yang berjudul History and Class Conciousness (1923) tentunya tidak dapat ditinggalkan.

Sosialisme-nya Marx
Pandangan Marx tentang sosialisme bertentanngan dengan konsepsi-konsepsi sosialisme yang diciptakan Fourier dan Owen – yang menciptakan ‘dunia baru’ dimana setiap orang hidup bahagia. Marx berasumsi bahwa konsepsi tersebuat hanya angan-angan belaka, karena tidak menunjukkan jalan bagaimana mencapainya. Semua itu utopia, kata Marx, hanya impian belaka. Disisi lain, Marx sendiri selalu menolak member gambaran sosialisme. Menurutnya, sosialisme – ilmiah – tidak dapat “membuat resep bagi dapur umum dimasa datang”.
Sementara itu, untuk membedakan ajaran dari gagasan sosialisme utopis, Marx menyusun suatu teori sosial yang menurutnya didasari hokum-hukum ilmiah dan karena itu pasti terlaksana. Marx meyakini adanya ‘hukum-hukum gerak’ dalam masyarakat yang dijalankan dengan prinsip ‘kebutuhan yang mutlak’ didasarkan pada penjelasan naïf dari kemajuan ilmu pengetahuan alam (Elster. 2000:31). Pertimbangan moral, menurut Marx, bukanlah dasar bagi sosialisme. Penilaian bahwa kapitalisme itu jahat dan sosialisme itu baik tidak berlaku mutlak, melainkan jika syarat-syarat objektif pengahpusan hak milik pribadi atas sesuatu itu terpenuhi. Hal ini berarti klaim Marx terhadap sosialisme-nya yang bersifat ilmiah bisa diterima, karena berdasarkan pengetahuan hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat – yang kemudian tersohor dengan istilah ‘Pandangan Materialis Sejarah’ (Frans. 2003:137).
Sosialisme yang akan datang menggantikan kapitalisme adalah buah dari pada perkembangan masyarakat dalam sejarah dibawah pengaruh hokum dialektik. Menurut Marx, menggunakan jalan ilmiah, sosialisme tidak dapat ditentukan sekarang bentuk dan rupa masa yang akan datang – artinya susunan baru pada masyarakat tidak dibuat, melainkan dilahirkan.[1] Melihat realita sejarah, menurut penulis, sosialisme yang berorientasi pada terbentuknya ‘masyarakat tidak berkelas’ adalah bagian dari hegemoni dan upayah manusia mencapai sebuah kesetaraan. Meskipun realita yang berkembang kini tidak berjalan horizontal, melainkan vertikal. Dengan demikian, apakah tujuan sosialisme yang diutarakan oleh Marx sudah tercapai?
Konsep sosialisme Marx memang lebih kompleks daripada filsuf lainnya. Tujuan sosialisme dalam pandangn Marx bukanlah membuat suatu konstruksi masyarakat dalam suatu sistem yang selesai bentuknya, melainkan menyelidiki suatu perkembangan sejarah yang melahirkan dua kelas yang bertentangan, dan kemudian mempelajari betapa berpengaruhnya faktor-faktor kelas tersebut terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang akan melenyapkan pertentangan tersebut.[2]
Pendapat Marx diatas dikuatkan oleh Engels dalam bukunya “Perkembangan Sosialisme dari Utopia sampai ke Ilmu.”[3] Ajarannya adalah bahwa komunisme merupakan ajaran tentang syarat-syarat yang mesti dipenuhi untuk mencapai kemerdekaan kaum buruh. Dalam menyusun teori mengenai perkembangan masyarakat, Marx sangat tertarik oleh gagasan filsuf Jerman George Hegel mengenai dialektika karena di dalamnya terdapat unsur kemajuan melalui konflik dan pertentangan. Dan unsur inillah yang dia perlukan menyusun teorinya mengenai perkembangan masyarakat melalui revolusi. Untuk melandasi teori sosial, maka dia merumuskan terlebih dahulu teori mengenai materialisme dialektik (dialectical materialism). Kemudian konsep-konsep itu dipakainya untuk menganalisa sejarah perkembangan masyarakat yang dinamakannya materialisme historis (historical materialism). Dan karena materi oleh Marx diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori marx juga sering disebut ’analisa ekonomis terhadap sejarah’. Dalam menjelaskan teorinya Marx menekankan bahwa sejarah (yang dimaksud hanyalah sejarah Barat) menunjukkan bahwa masyarakat zaman lampau telah berkembang menurut hukum-hukum dialektis yaitu maju melalui pergolakan yang disebabkan oleh kontradiksi-kontradiksi intern melalui suatu gerak spiral ke atas sampai menjadi masyarakat dimana Marx berada. Atas dasar analisa terakhir ia sampai pada kesimpulan bahwa menurut hukum ilmiah dunia kapitalis akan mengalami revolusi -yang disebutnya revolusi proletariat- yang akan menghancurkan sendi-sendi masyarakat kapitalis tersebut, dan akan meratakan jalan untuk timbulnya masyarakat komunis.

Engels: Penabur Benih Komunisme
Kelahiran sebuah buku “Manifest Komunis” adalah tahap awal perkembangan paham komunis ke seluruh penjuru dunia – tidak terkecuali Indonesia. Bersama dengan Engel, Marx mengarang buku tersebut sebagai pegangan para buruh dalam berjuang untuk mempercepat rubuhnya kapitalisme. Secara singkat, pokok manifest dalam buku tersebut adalah: Produksi ekonomi dan struktur masyarakat setiap masa yang dilahirkannya menjadi dasar sejarah politik dan sejarah penghidupan rohani pada masa itu. Karena itu, sejarah tiap-tiap masyarakat sejak lenyapnya milik bersama atas tanah sampai sekarang adalah perjuangan kelas. Pejuangan itu yang bentuknya berlainan dari masa ke masa adalah perjuangan nyata antara kelas yang dihisap dan kelas yang menghisap. Perjuangan itu sudah sampai pada saat yang dinantikan, bahwa kelas yang dihisap dan tertindas – proletariat – tidak dapat lagi membebaskan diri dari kelas yang menghisap dan menindas – dengan tiada sekaligus memerdekakan seluruh masyarakat selamanya dari penghisapan, penindasan, dan perjuangan kelas (Hatta. 1972:4).
Pecahnya peristiwa Revolusi Rusia, atau yang lebih dikenal dengan Revolusi Bolsyhevik pada bulan Oktober 1917, merupakan momen penting tumbuh kembangnya komunisme yang dimulai dari Soviet. Semenjak kemenangan Stalin terhadap musuh utamanya – Trotsky – tahun 1929, komunisme seolah berada di puncak dunia. Banyak pengikut paham ini tersebar di penjuru dunia semenjak Komitern[4] pertama 1919. Meskipun pengikut komunis mulai propaganda sejak munculnya hasil Komitern kedua (17 Juli – 7 Agustus 1920) yang bertempat di Moskow.
Sebelum membahas perkembangan pemikiran Marx dan pengaruhnya terhadap Lenin dan Stalin. Penulis ingin menguraikan pokok-pokok gagasan Engels yang mensistemasikan pemikiran Marx menjadi Marxisme. Engels memilahnya kedalam tiga sub pokok; filsafat, sejarah, dan politik.[5] Engels mensistemasikan filsafat Marx menjadi materialisme-dialektik yang mengandung; pertama, sebagai materialisme, ‘materialisme dialektik’ menyatakan tiga (3) hal: (1) Pengetahuan kita tidak menciptakan dunia itu yang kita lihat, melainkan mencermikan melalui panca-indera kita; (2) tidak ada Tuhan dan materi itu abadi, artinya materialisme bersifat ateis; (3) dalam manusia, badan manusia adalah primer, sedangkan roh adalah sekunder.  Kedua, sebagai dialektika, materialisme dialektik juga menyatakan 3 hal atau 3 hukum pokok; (1) hukum persatuan dan perjuangan unsur-unsur yang bertentangan – dalam setiap benda terdapat dua segi yang berlawanan; positif dan negatif, kanan dan kiri, atas dan bawah); (2) hukum loncatan dialektik atau perubahan kuantitatif ke kualitatif – artinya jika suatu benda dengan ketegangan didalamnya menjadi-jadi, maka akhirnya benda itu akan melompat ke suatu tahap kehidupan yang lebih tinggi secara hakiki; (3) hukum negasi dari negasi – apa yang dinegasi atau ditolak, tidak begitu saja ditiadakan, melainkan dipertahankan dan diangkat pada tingkatan yang lebih tinggi.
Selanjutnya adalah dalam hal sejarah, yaitu interpretasi seputar materialisme historis. Pada bagian ini, Engels memformulasikan suatu teori tentang interaksi timbal-balik – sama halnya denan interaksi timbal-balik pada partikel kimiawi. Terakhir adalah dalam hal politik, Engels memperlihatkan kecenderungannya pada penekanan bahwa negara perlu dihancurkan. Meskipun Engels sendiri pernah mengutarakan bahwa negara dalam bentuk republic merupakan “the ready political from for the future rule of the proletariat”. Artinya, pada tahap-tahap awal setelah revolusi proletar, dalam batas-batas tertentu masih diperlukan. Selanjutnya, campur tangan kekuasaan dalam hubungan-hubungan sosial akan berhenti dengan sendirinya. Pemerintahan atas dasar masyarakat akan diganti oleh administrasi yang akan memimpin langsung proses produksi. Negara tidak diabolisi, melainkan akan maju dengan sendirinya.

Wajah Baru Marxisme
Semenjak kekuasaan Stalin, paham sosialisme yang dikembangkan Marx secara perlahan meluber menjadi berbagai paham dengan corak berbeda. Perpaduan pemikiran Marx-Engels-Lenin melebur menajdi ‘Marxisme Leninisme’ atau yang sering disebut ‘Marxisme versi Stalin’. Penafsiran ini diklaim oleh Stalin sebagai satu-satunya tafsiran resmi atas pemikiran Marx yang paling benar dan tepat, yang harus diterima oleh seluruh penganut Marxis dimanapun.
Secara singkat pemikiran Marx-Lenin – sering disebut Doktrin Kremlin – telah meninterpretasikan pemikiran Marx menjadi tiga bagian utama (Irmayani. 2003: 62). Yaitu; (1) filsafat materialisme dialektik dan materialisme historis; (2) kritik terhadap ekonomi politik kapitalisme; (3) sosialisme ilmiah sebagai doktrin politik komunisme yang terdiri strategi dan taktik perjuangan revolusioner dan komunisme ilmiah. Terlebih ketika Stalin menstabilkan ajaran Lenin – yang merupakan sosok pemimpin negara sosialis pertama di dunia – menjadi Marxisme-Leninisme atau Marxisme versi Stalin, menyebabkan sayap Marxis kehilangan sisi Marxisnya. Seperti contoh SDP yang ada di Jerman. Terbelahnya paham sosialisme yang dibawa Marx terjerumus kepada pilihan yang sulit dipilih oleh penganut setia Marx sendiri. Pada satu sisi, jika mereka bergabung dengan SDP, tentu saja mustahil. Mengingat SDP sudah tidak lagi berlandaskan pemahaman tentang Marx. Disisi lain, jika bergabung dengan sayap Komunis, lebih menyesatkan lagi bagi penganut setia Marx, karena sayap Komunis telah menghianati pesan Karl Marx. Pilihan ketiga juga lebih radikal, yaitu golongan Fasisme yang jelas-jelas memsuhi Marxis dan Komunis. Akhirnya jalan yang ditempuh adalah mebangun ‘rumah baru’ yang mereka sebut sebagai Neo-Marxisme.
Dalam sebuah studi, George Lukacs (1885-1971) mencoba menggali lagi dimensi-dimensi kritis dialektika Marx melalui dialektika Hegel dengan tujuan memberi pencerahan terhadap Marxisme. Lukacs menemukan bahwa pesan inti dalam pemikiran Marx ialah: mengembalikan manusia dari segala macam eksploitasi kapitalis yang telah mencabut aspek objektif revolusionernya, dan yang membuatnya menjadi komoditi, kepada manusia sebagai makhluk alamiah dan sosial serta produktif. Lukacs juga menerima prinsip-prinsip sejarah Marx, jadi apa yang dikatakan Hegel bahwa hakekat esensial manusia adalah terbuka dalam totalitas sejarah objektivitas dinamik dari jiwa dunia. Dan setelah Lukacs mengujinya pada kesadaran kelas proletariat dan filsafat fraxisnya Marx, ia menerima bahwa “manusia tidak hanya sebagai penginterpretasi sejarah, melainkan juga pembuat sejarah”.
Teori-teori yang diformulasikan Marx bersifat ilmiah. Hal ini karena ia mengemukakan syarat-syarat perkembangan masyarakat yang melalui feodalisme dan kapitalisme ke dalam sosialisme – sebagai tujuan terakhir dari rangkaian teas-antitesa-sintesa. Bagi Marx, tidak sesuatu hal sekonyong-konyong terjadi. Semuanya pasti melalui proses. Dan proses tersebut akan membawa kepada tujuan, ketika tiba waktunya.
Simpulan : Refleksi dan Koreksi
Berdasarkan pembahasan diatas, banyak diantara para pemikir sosialis maupun praktisi gerakan gerakan sosialisme masih mengandalkan Marxisme sebagai dasar pemikiran maupun gerakannya. Ada yang menggunakan Marxisme secara kritis akan tetapi ada juga yang secara dogmatis memujanya habis habisan hingga saat ini. Kecenderungan kecenderungan demikian terjadi tidak hanya di negara-negara Eropa akan tetapi juga di negara-negara dunia ketiga sepertihalnya Indonesia. Di Eropa, Marxisme digunakan sebagai alat analisa pemikiran, artinya peran Marxisme lebih berlaku pada perdebatan-perdebatan intelektual filsafat dalam melahirkan berbagai varian varian baru. Sementara di negara-negara dunia ketiga dimana tingkat kegiatan praksis sosialisme lebih berjalan, Marxisme masih menjadi ideologi dasar dan terutama bagi mereka yang baru saja lepas dari kungkungan rezim otoriter militeristik dimana Marxisme masih memukau seperti ‘menemukan air ditengah dahaga ideologi’ dengan teori-teori pembebasannya. Harus diakui bahwa hampir satu abad Marxisme memberi kontribusi baik maupun buruk yang tak terhingga kepada dunia. Marxisme memberi peringatan kepada kita tentang bahaya kapitalisme industri dan menyadarkan kita tentang pentingnya kebersamaan manusia secara kolektif.
Meski demikian, Marxisme gagal untuk membuktikan teori-teorinya dan gagal pula didalam tingkatan yang lebih kongkret. Bubarnya Uni Sovyet, yang dikatakan masih berada dalam fase sosialis menuju masyarakat komunis adalah kegagalan Marxisme pada tingkatan tersebut. Maka dapat dikatakan bahwa Marxisme gagal baik secara teori maupun prakteknya. Kegagalan teoritis Marxisme yang pertama adalah tentang teori nilai lebih. Marx menafisrkan kapitalisme dengan teori lebih kerja sebagai suatu sistem eksploitasi kelas buruh oleh kaum kapitalis. Kaum kapitalis menyimpan bagi dirinya sendiri nilai lebih itu yang dihasilkan oleh kaum pekerja. Akumulasi dan konsentrasi kekayaan dalam tangan kelompok kapitalis yang jumlahnya semakin kecil, bersama dengan hukum kemunduran tingkat keuntungan, menuju kepada kehancuran diri sistem eksploitasi tersebut. Pada akhirnya menurut Marx, akan terjadi pengambil alihan oleh kelas buruh. Artinya kelas buruh (proletariat) memegang kendali sarana produksi dan untuk membangun kediktaturan proletariat sebagai tahap awal transisi menuju masyarakat tanpa kelas. Hal ini gagal karena kapitalisme tidaklah menyusut hingga masa sekarang.
Musuh utama Marx, kapitalisme, ternyata bisa menyesuaikan perkembangan dengan memberi tuntutan tuntutan buruhnya di bawah standar. Hal ini terlihat seperti di Indonesia, kaum pekerja terjebak dan larut dalam tuntutan tuntutan upah minimum yang memang di rekayasa olah para kapitalis. Kaum buruhpun tidak pernah terjadi untuk mengambil alih kepemilikan kaum kapitalis secara ekonomis mengingat faktor faktor sekunder seperti politik memang tidak pernah diperhitungkan secara jelas dalam Marxisme. Kegagalan Marxisme yang kedua adalah klaim tentang sosialisme ilmiah itu sendiri. Marx memang menolak sosialisme bentuk lama yang dikatakan utopis dan mencoba memberi kerangka rasional dalam gagasannya. Akan tetapi Marxisme juga tenggelam dalam mimpi utopiannya sendiri tentang masyarakat tanpa kelas. Mengapa? Sebab penentuan cita-cita akhir, bagaimanapun hakekatnya bertentangan langsung dengan prinsip dialektis yang didengungkan oleh Marx sendiri.
Kegagalan Marxisme yang ketiga adalah pemahaman yang dilanjutkan oleh Lenin dan Stalin telah berubah menjadi suatu kolektivisme sempit. Produksi barang material tidak lagi diarahkan kepada peningkatan keberadaan personal, melainkan kepada pertumbuhan kekuasaan kolektif tersebut. Bukti paling kongkret dari kegagalan kegagalan diatas adalah bubarnya negara Uni Sovyet yang selama 70 tahun lebih memakan korban jutaan warganya. Prinsip sosialisme sebagai kebersamaan sangatlah penting, meski demikian kita juga tidak bisa mengingkari hak hak azasi yang paling pribadi sebagai manusia dalam kerangka nilai etis. Fase kediktaturan proletarian yang sama otoriternya dengan fasisme jelas tidak bisa diterima bahkan oleh warganya sekalipun.




Sumber Rujukan :
Alfandi. 2004. Konflik Pemikiran antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dalam Periode 1955-1960, dalam skripsi. Univrsitas Muhammadiyah Malang. http://jiptummpp-gdl-s1-2004-alfandi992-113-pendahul-n.PDF. (diakses 23 Desember 2011)
Didi Tarmidi. 2000. Demokrasi dan Komunisme, dalam Jurnal Buana ed. XVII. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/LAINNYA/DIDI_TARMIDI/Jurnal_(_DEMOKRASI_DAN_KOMUNISME_).pdf    (diakses 23 Desember 2011).
Frans Magnis Suseno. 2003. Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hatta, Moh. [1972]. Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia. [Jakarta]: Penerbit Jambatan.
Irmayani, T. 2003. Perkembangan Pemikiran Marx dalam Jurnal Wawasan Vol. 3, No. 2.  
Jon Elster. 2000. Karl Marx. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.



[1] Lihat selengkapnya dalam Der achtzehnte Brumaire des Louis Bonaparte, Marx menjelaskan dengan jelas kegagalan Revolusi Prancis pada awalnya, karena syarat-syarat revolusi belum ada di benak masyarakat.
[2] Pedapat Marx ini merupakan tentangan terhadap pendapat Proudhon dalam bukunya “La Philosophie de la Misere”.
[3] Judul aslinya adalah Die Entruicklung des Sosialismu'I von del' Utopie zrrr 'Wrissenschaf. Terbit di Berlin tahun 1930.
[4] Komitern merupakan sebuah wadah perhimpunan partai-partai komunis di dunia. Komitern meupakan organisasi tertinggi bagi partai tertinggi di beberapa negara.
[5] Baca selengkapnya dalam Tentang Marxisme karya Aidit, DN. 1963.

No comments:

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL Hasil Obervasi Restorasi Arsip Nasional RI dan Sinematek Indonesia Iswanda Fauzan S. ( LIS Rese...