Oleh : Iswanda
Fauzan S[2]
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional
memiliki makna filosofis, yuridis, dan sosial politik. Problem di era reformasi
sekarang ini adalah belum mantapnya kontekstualisasi dan implementasi Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan (civic education) adalah media yang komprehensif
untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila. Berdasrkan prespektif teori fungsionalisme structural, sebuah bangsa
yang majmuk seperti Indonesia membutuhkan nilai bersama yang dapat dijadikan
nilai pengikat integrasi (integrative
value), titik temu (common
denominator), jati diri bangsa (national
identity), dan nilai kebaikan (ideal
value). Pendidikan kewarganegaraan merupakan wadah internalisasi
nilai-nilai pendidikan Pancasila dalam wujud subtansi kajian: norma dasar
negara (staatfundamentalnorm), nilai
bersama (common values), dan prinsip
dasar kebangsaan (nation basic principle).
Ketiganya dijadikan materi Pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan di
Indonesia.
A. Pendahuluan
Secara
pertimbangan politik, Aktualisasi
pancasila sangat diperlukan dalam kehidupan kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan.
Pancasila sebagai ideologi nasional merupakan
visi kebangsaan yang dipandang sebagai sumber demokrasi yang baik di masa depan dan yang lahir dari
sejarah kebangsaan Indonesia. Visi kebangsaan dan sumber
demokrasi Indonesia ini perlu diterapkan sebagai nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan etika untuk melandasi dan
mengawal perubahan politik dan pemerintahan yang sedang
terjadi dari model sentralistik (otoriter yang birokratis dan executive-heavy) menuju model desentralistik
(demokrasi yang multipartai dan legislative-heavy).
Latar belakang seperti itu didorong pula
oleh realita penerapan Pancasila selama ini
yang
dipersepsi publik sebagai kepentingan (alat) penguasa. Selain itu, Pancasila ditantang oleh globalisasi ideologi asing
(terutama Liberalisme
dan Kapitalisme), yang gagal dalam mengatasi penyakit korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) sebagai akibat adanya salah-kaprah mengelola negara, serta
yang perwujudan praktek demokrasinya berkonotasi buruk. Ini semua seringkali diarahkan pada
Pancasila yang dijadikan ‘kambing
hitam’-nya.
Pancasila memiliki kaitan erat dengan pendidikan pada
umumnya dan pendidikan kewarganegaraan pada khususnya. Pancasila dan UUD 1945
sebagai dasar pendidikan nasional mempunyai beberapa penafsiran. Secara filosofik pendidikan nasional merupakan
citra dan keniscayaan dari sistem nilai yang dikandung Pancasila. Secara subtantif-edukatif, pendidikan nasional
bertujuan mencapai target pendidikan nasioanl sesuai Undang-undang No 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Secara sosio-politik, hasil pendidikan bertujuan untuk mencetak anggota
masyarakat, komponen bangsa, dan warga negara yang cerdas dan baik sesuai
Pancasila dan UUD 1945. Secara praxis-pedagogis
dan andragogis, proses belajar dan pembelajaran diwujudkan berdasarkan
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Dimensi
pendidikan memandang Pancasila perlu diaktualisasikan dengan alasan bahwa ia perlu difahami dan
dihayati kembali oleh seluruh komponen bangsa. Sehubungan
dengan ini, anak sebagai harapan bangsa dan generasi penerus sudah seharusnya menyerap nilai-nilai
Pancasila sejak dini dengan cara diasah, diasih, dan diasuh. Di samping itu, dalam realita kehidupan
sehari-hari selama ini,
Pancasila telah dijadikan
alat-penguasa untuk melegitimasi perilaku yang menyimpang yang tidak mendidik, dihilangkannya Matakuliah
Pengembangan Kepribadian Pendidikan
Pancasila (MKPK) dalam
kurikulum nasional (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional), hancurnya pembangunan karena moral yang serakah dibiarkan merajalela, serta
menguatnya desakan konsumerisme untuk membeli gengsi
(kehidupan semu).
Namun demikian, aktualisasi pendidikan pancasila
melalui pendidikan kewarganegaraan banyak menemui sejumlah persoalan. Udin
Winataputra (2001) menyatakan bahwa terjadi pasang surut dalam kemasan kurikuler
pendidikan Pancasila melalui pendidikan kewarganegaraan. Bentuk pendidikan
kewarganegaraan sebagai bungkus pendidikan Pancasila sering berubah-ubah nama
mulai dari pelajaran Civics tahun 1962, pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara
tahun 1968, Pendidikan Moral Pancasila tahun 1975, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) tahun 1994, Kewarganegaraan tahun 2004, dan pendidikan
Kewarganegaraan tahun 2006.
Ketimpangan dan ketidakkonsistenan pendidikan
Pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia mencerminkan adanya
ketidakajegan subtansi atau materi dari pendidikan Pancasila itu sendiri.
Realita seperti ini dapat kita kaji melalui kegagalan pendidikan Pancasila
melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPK). Wadah pendidikan
Pancasila tersebut terbukti gagal mencapai sasaran dan jauh dari tujuan. Akhirnya,
hasil dari pendidikan yang dilaksanakan selama puluhan tahun itu hanya
menlahirkan lulusan yang kurang bertanggung jawab dan bahkan mematikan hati
nurani. Kritik terhadap pendidikan Pancasila yang muncul ke permukaan antara
lain: 1) subtansi Pendidikan Pancasila dianggap terlalu idealis dan otopis, 2)
terlalu indoktrinatif, statis, monoton, sarat dengan kepentingan penguasa dan
penuh pengulangan, dan 3) hanya menghasilkan orang – orang yang pandai
menghafal tetapi tidak mengamalkan (Listiyono S, 2003:21-22).
Aktualisasi pendidikan Pancasila dewasa ini telah
diimplementasikan melalui Pendidikan Kewarganegaraan tahun 2006. Namun
demikian, subtansi Pancasila apakah yang
akan dimuatkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan? Problem ini yang harus segera
ditemukan formulasi penyelesainnya, agar subtansi kajian Pancaila sebagai
materi Pendidikan Kewarganegaraan tidak lagi diseret masuk dalam ranah
kekuasaan sebagai alat indoktrinasi. Selain itu, subtansi Pancasila mampu
berjalan beriringan dan berkembang sesuai dengan perkembangan, dinamika, dan
tuntutan masyarakat.
B. Pancasila
Dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Esensi pikiran-pikiran di bidang ini merumus
pada aktualisasi Pancasila dalam wujud
sebagai landasan idiil
bagi pembangunan pendidikan, budaya, dan keagamaan di Indonesia yang menghilangkan penonjolan
kesukuan, keturunan, dan ras; ideologi terbuka
yang mendorong kreativitas dan inovativitas; spirit untuk pengembangan dinamika masyarakat dalam pembentukkan watak
peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa; serta visi dan misi pendidikan nasional bagi anak Indonesia. Problema yang dihadapi berintikan
pada masalah kebudayaan, yang pemecahannya
secara mendasar adalah melalui proses pendidikan secara menyeluruh.
Pancasila sebagai dasar negara (basic of state) dan ideologi dari bangsa Indonesia dirumuskan dalam
Pembukaan UUD NRI 1945 alinea IV yaitu lima sila, asas atau prinsip :
1.
Ketuhanan
Yang Maha Esa
2.
Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab
3.
Persatuan
Indonesia
4.
Kerakyatan
Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
5.
Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Berdasarkan ketetapan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia dalam Pembukaan NKRI tahun 1945 dan Ketetapan MPR RI No. XVIII/ MPR/
1998, Pancasila yang berisikan lima sila dasar itu ditetapkan oleh bangsa
Indonesia sebagai dasar negara dan ideologi nasional Indonesia. Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi dapat dikaji melalui tiga aspek
yaitu filosofis, yuridis, dan politik (Mahfud MD, 2007).
Pancasila dipandang dari aspek filosofis, artinya
Pancasila menjadi pondasi dalam penyelenggaraan bernegara dengan menjaga
nilai-nilai positif yang terkandung didalamnya. Dari aspek yuridis, Pancasila
menjadi dasar cita hukum (rechtside)
yang harus dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di Indonesia. Pada posisinya
sebagai ideologi nasional, nilai-nilai Pancasila berfungsi sebagai nilai
kebangsaan yang ideal dan nilai pemersatu. Keadaan seperti ini sejalan dengan
fungsi ideologi menurut Ramlan Surbakti, 1999. Pertama, sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara
bersama oleh suatu masyarakat. Kedua,
sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian
konflik yang terjadi di masyarakat.
Ditinjau dari aspek filosofis, Pancasila menjadi modal
dasar masyarakat yang dicita-citakan. Sedangkan dari aspek politik, Pancasila –
seharusnya – menjadi modus vivendi
atau kesepakatan luhur yang mampu mempersatukan kemajemukan masyarakat
Indonesia dalam suatu nation state
berdasarkan rasa persatuan dan kesatuan. Berikut adalah skema kedudukan dan
aspek dari Pancasila ;
Tabel 1
Kedudukan dan Aspek
Pancasila
Aspek Kedudukan
|
Filosofis
|
Yuridis
|
Politik
|
Sebagai Dasar Negara
|
Nilai-nilainya menjadi pijakan normative
penyelenggaraan bernegara
|
Menjadi cita hukum bagi setiap hukum di Indonesia
|
|
Sebagai Ideologi Nasional
|
Nilai-nilainya menjadi cita-cita masyarakat
|
Menjadi kesepakatan luhur (modus Vivendi) dan nilai bersama (common value)
|
Berdasarkan kedudukan dan aspek Pancasila di atas,
maka subtansi, materi Pancasila akan berisikan :
1.
Berdasarkan Aspek Filosofis
Aspek ini melingkupi
Pancasila sebagai dasar negara maupun ideologi nasional. Pancasila mengandung
filsafat kenegaraan yang berisi gagasan atau ide mengenai Pancasila sebagai
jawaban principal atas persoalan dasar kebangasaan Indonesia kala itu, yaitu :
a.
Masalah
pertama apa negara itu? Masalah ini dijawab dengan prinsip kebangasaan
Indonesia
b.
Masalah
kedua, bagaimana hubungan antar bangsa – antar negara? Masalah ini dijawab
dengan prisnsip prikemanusiaan
c.
Masalah
ketiga siapakah sumber dan pemegang keksuasaan negara? Prinsip demokrasi adalah
jawabannya.
d.
Masalah
keempat, apa tujuan negara? Masalah ini dijawab dengan prinsip negara
kesejahteraan.
e.
Masalah
kelima, bagaimana hubungan antar agaman dan negara? Masalah ini dijwab dengan
prisnsip Ketuhanan Yang Maha Esa. (Syarbani, 2003).
Aspek filosofis bahwa
Pancasila brisikan nilai, prinsip, gagasan dan cita-cita kebangsaan ini dapat
dijadikan isi bagi pendidikan Pancasila. Kajian terhadap persoalan ini adalah
dengan menggunakan pendekatan dari prespektif ilmu filasafat, terutama kajian
tentang etika politik.
2.
Berdasarkan Aspek Yuridis
Aspek ini muncul akibat dari
posisi Pancasila sebagai dasar negara. Aspek yuridis dari Pancasila inilah yang
dapat dijadikan salah satu sumber bahan bagi pendidikan Pancasila. Kajian
Pancasila dari aspek yuridis ini menggunakan perspektif teori dalam ilmu hukum,
yaitu teori tentang sumber hukum dan teori penjenjangan norma.
3.
Berdasarkan Aspek Sosial Politik.
Talcot Parsons dalam bukunya
Social System, menyatakan bahwa
masyarakat yang menginginkan eksistensi dan kesejahteraan, ada empat paradigma
fungsi yang harus berkseinambungan dilaksanakan. Pertama, pattern maintenance,
yaitu kemampuan memelihara sistem nilai budaya yang dianut, asumsi yang
mendasarinya adalah budaya merupakan endapan dari perilaku manusia. Kedua, kemampuan masyarakat beradaptasi
dengan dunia yang super dinamis. Ketiga,
adanya fungsi integrasi dari unsur-unsur masyarakat yang beraneka ragam secara terus menerus sehingga membentuk
kekuatan sentripetal yang semakin menyatukan masyarakat tersebut. Keempat, goal attainment, yaitu tujuan bersama yang dari masa ke masa
bertransformasi karena perbaikan oleh dinamika masyrakat dan pemimpinnya. Berdasarkan
kajian Parson diatas, bentuk tertib sosial dan kelangsungan hidup mutlak
membutuhkan fungsi integrasi dalam masyarakat.
C. Aktualisasi
Pancasila dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Pada
Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan di persekolahan berdasarkan Permendiknas
No. 22 tahun 2006 telah dikemukakan sejumlah subtansi kajian Pancasila.
Subtansi kajian Pancasila dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
berisikan kajian yang meliputi : Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara. Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara. Pengamalan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan Pancasila sebagai ideoogi
terbuka. Penjabaran tentang subtansi kajian tersebut dapat dilihat dalam tabel
berikut :
Tabel 2
Kajian Pancasila dalam Pendidikan Kewarganegaraan
Jenjang
|
Kelas
|
Subtansi Kajian
|
Kompetensi Dasar
|
Kompetensi Dasar
|
SD
|
II/2
|
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari
|
Menampilkan nilai-nilai Pancasila
|
Mengenal nilai kejujuran, kedisiplinan, dan senang
bekerja dalam kehidupan sehari-hari
Melaksanakan perilaku jujur, disiplin, dan senang
bekerja dalam kegatan sehari-hari
|
VI/1
|
Proses perumusan Pncasila sebagai Dasar Negara
|
Menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan
Pancasila sebagai Dasar Negara
|
Mendeskripsikan nilai-nilai juang dalam proses
perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Menceritakan secara singkat nilai kebersamaan dalam
proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Meneldani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan
dalam proses perumusan Pncasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan
sehari-hari
|
|
SMP
|
VIII/1
|
Keudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara
|
Menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai
Pancasila
|
Menjelaskan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara
Menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi negara
Menunjukkan sikap positif terhadap Pancasila dalam
kehidupan berbangasa dan bernegara
Menampilkan sikap positif terhadap pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat
|
SMA
|
XII/2
|
Pancasila sebagai ideologi
|
Menampilkan sikap positif terhdap Pancasila sebagai
ideologi terbuka
|
Mendeskripsikan Pancasila sebagai ideologi terbuka
Menganalisis Pancasila sebagai sumber nilai dan
paradigma pembangunan
Menampilkan sikap positif terhadap pancasila sebagai
ideologi terbuka
|
Sumber
: Diolah dari Standar Isi 2006 2006 bidang Pendidikan Kewarganegaraan
Pemetaan dan penempatan kajian Pancasila dalam
kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan di atas, telah berlandaskan pada perspektif keilmuan, yaitu kajian
Pancasila dari aspek filosofis, historis dan sosial politik. Namun, dari kajian
diatas, terdapat beberapa kelemahan sebagai berikut :
1.
Kajian
filosofis Pancasila kurang tepat sebab tidak mengenalkan prinsip-prinsip,
nilai-nilai dasar kebangsaan, baik sebagai dasar maupun sebagai cita-cita
masyarakat Indoensia. Prinsip tersebut adalah: ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
2.
Tidak
adanya kajian mengenai aspek yuridis dari Pancasila. Pancasila sebagai dasaar
negara seseungguhnya berkonotasi yuridis, sehingga kajian Pancasila sebagai
sumber hukum perlu diberikan. Artinya, Pancasila diperkenalkan dari sisi
yuridis.
3.
Tidak
jelasnya deskripsi materi Pancasila sebagai ideologi sehingga terjadi over lapping dengan makna Pancasila
sebagai dasar negara. Hal ini dikarenakan adanya konotasi Pancasila sebagai
ideologi dan program sosial politik dalam nilai-nilai, cita-cita, dan pemersatu
bangsa.
4.
Aspek
historis kurang terspesialisasikan meskipun bukan hal utama dalam kajian
Pancasila. Pendekatan historis terhadap Pancasila baiknya mencakup tiga aspek;
filosofis, yuridis, maupun sosial politik. Hal tersebut harus meliputi: 1)
sejarah pertumbuhan gagasan dan prinsip dasar Pancasila, 2) sejarah perumusan
Pancasila sebagai dasar negara dalam arti sumber hukukm, 3) sejarah
perkembangan dan pertumbuhan ideologi Pancasila. Kajian hitoris ini merupakan
kajian awal terhadap Pancasila, sebelum masuk kedalam aspek filosofis yuridis,
dan sosial politik.
Karakter
ke-Indonesia-an berdasar Pancasila dapat diaktualisasikan melalui pengamalan
kelima prinsip dasar Pancasila sebagai orientasi dalam pemecahan
masalah-masalah kebangsaan. Kelima prinsip dasar tersebut adalah prinsip
kebangsaan, prinsip kemanusiaan, prinsip kerakyatan atau demokrasi, prinsip
keadilan, dan prinsip ketuhanan.
D. Simpulan
Aktualisasi
pancasila melalui pendidikan kewarganegaraan (civic education) di Indonesia diperlukan oleh karena Pancasila
menempatkan posisinya sebagai landasan, isi, dan arah dari pendidikan
kewarganegaraan itu sendiri. Sehubungan dengan subtansi kajian, Pancasila hendaknya
dileburkan dalam pendidikan kewarganegaraan.
Berdasarkan
kajian Pancasila pada dua kedudukan pokok sebagai dasar negara dan ideologi
nasional, maka Pancasila mengandung tiga aspek, yaitu aspek filosofi, yuridis,
dan sosial politik. Berdasarkan aspek filosofis, Pancasila sebagai dasar negara
dan ideologi nasional berisikan lima gagasan atau prinsip dasar kebangasaan.
Prinsip-prinsip tersebut dapat dijadikan orientasi pemecahan masalah kebangsaan
serta cita-cita bangsa. Berdasarkan aspek yuridis, Pancasila berkedudukan sebagai
norma dasar negara, sumber hukum material dan kaedah hukum Indonesia.
Berdasarkan aspek sosial politik, Pancasila sebagai ideologi nasional merupakan
kesepakatan bersama atau nilai bersama yang mampu mempersatukan masayarakat
Indonesia. Dua kedudukan dan tiga aspek Pancasila inilah yang dapat
diaktualisasikan dalam pendidikan kewarganegaraan.
Berdasarkan
pada nilai dasar Pancasila baik sebagai dasar negara maupun ideologi nasional,
maka dapat dikemukakan sejumlah karakter ke-Indonesia-an yang bersumber dari
Pancasila. Karakter ke-Indonesia-an ini merujuk pada dua hal. Pertama, karakter yang dicitakan atau
karakter ideal bangsa Indonesia sebagai bangsa religius, manusiawi, bersatu,
demokratis, dan adil. Kedua, karakter
bangsa yang mendasar pada prinsip kebangsaan, kemanusiaan, persatuan, keadilan,
dan ketuhanan kerika memecahkan masalah kebangsaan.
Daftar pustaka :
Mahfud MD. 2007. Penuangan
Pancasila didalam Peraturan Perundang-undangan. Makalah dalam Seminar
Nasional “Aktualitas Nilai-Nilai Pancasila
dalam Pendidikan Ilmu Hukum dan Perundang-undangan di Indonesia” Diselenggarakan Fakultas Hukum UGM.
Yogyakarta, 30-31 Mei 2007.
Meliono, Irmayanti. Dkk. 2010. Buku Ajar I:Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi.
Jakarta: Badan Penerbit FK Universitas Indonesia.
Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Winartaputra, Udin S. 2001. Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistematik Pendidika
Demokrasi. Disertasi. Bandung: PPS UPI.
No comments:
Post a Comment