Monday, March 7, 2011

Paragraf Untuk Yenia Part II

-->
            Langit di kota Depok membiru dan cerah siang ini. Sekelompok orang sedang bercengkeramah di sebuah warung kopi yang berjarak lima belas meter dari rumah yang aku diami. Akrab. Kepulan asap rokok terbang dengan tenang di atmosfer canda dan tawa mereka.
            Gulungan kertas berserakan di meja depan rumah, aku berusaha membereskannya. Laptop yang telah menyala di teras rumah sengaja aku tinggal sejenak. Layar laptop berwarna perak tersebut menampilkan potret perempuan dengan lesung pipi yang sudah familiar di benakku.
            Sinar matahari mulai panas. Sorak dan riuh kendaraan semakin menderu terdengar. Waktu bersantai sudah habis. Laptop segera aku turn off. Rasanya belum puas menikmati lesung pipi perempuan kelahiran kota dingin Malang tersebut. Terlalu banyak variasi yang membuatku terus berinovasi dalam memikirkannya. Fantasi yang aku bangun masih terlalu dini dan too small.
            Seperti lantunan lagu to be with u dari Mr. BIG, selalu ingin aku memikirkan dan membayangkan dia berada tepat di sampingku. Menyandarkan kepalanya di dadaku. Memegang erat tangan dan menciumi keningku. Bayangan itu menghampiri hampir disetiap imajinasiku tentangnya. Terkadang terlalu jauh aku menalar tentang keindahannya.

*

Kehidupan malam di kota Depok sangat megah. Mall dan tempat hiburan malam seolah tak pernah mati. Kenangan tentang kota ini akan segera ku susun dengan rangkain narasi baru kehidupanku. Meskipun setiap pena kehidupan mulai menuliskan deretan paragraf dan kalimat-kalimat terbaiknya, nurani dan batinku selalu terjaga oleh senyum dan indah parasnya.
Malam-malam di kota Depok memutar ingatanku ketika bertandang ke kota Malang. Di sebuah kamar kos yang tepat di depan Wisma Kali Metro Malang, tubuh indahnya sering melenggang memasuki kamar sederhana. Kamar yang memiliki nilai historis tersendiri untukku. Indah.  Sebuah keindahan yang ingin aku ulangi sekali lagi. Hematku, sangat sulit menemukan bidadari kecil yang terus berjalan di atas ubun-ubun kepalaku ini.
Desiran angin yang menggoyangkan daun-daun di halaman depan dan samping rumah mengusik naluriku. Lembut dan tajam. Seperti Yenia, kelembutannya mampu melunakkan kerasnya batu kehidupanku. Ketajamannya membuatku mampu mengangkat kepala menatap masa depan.
Belum berakhir. Sajak-sajak dan guratan penaku tak pernah menyerah dan putus asa untuk mengabadikan kekagumanku pada Yenia. Bahkan ketika aku rampung membaca Bag of Bone’s karya Stephen King, dengan tokoh Michel Noonan – seorang novelis yang mengalami kebekuan ide sepeninggal isterinya, Jo – yang tinggal di rumah dengan segudang misteri. Kebekuan ide yang kadang-kadang merembes ke otak kiriku, selalu mencair ketika halusinasiku berterbangan dengan keindahan Yenia. Memang indah.
Sempat aku mencoba lebih dekat menimang-nimang parasnya. Sungguh, tidak bisa terpecah dan kabur paras itu. Bening dan jernih. Hanya bisa aku menggeleng-genlengkan kepala untuk Yenia. Tak mampu hanya tersenyum. Meskipun aku terbiasa tersenyum kecut melihat brutal kehidupanku dan duniaku.
            Sampai hari dan detik dimana aku merangkai kalimat dan paragraf tentang Yenia – menggunakan software Microsoft Office bajakan – dan keindahannya, alibi-alibi untuk tidak mengagumi terlalu sederhana. Terlalu mudah untuk mengeluarkan statement yang kontroversial – namun tidak komerisal – tentang hidup dan kehidupannya. Memang Yenia selalu istimewa.

No comments:

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL Hasil Obervasi Restorasi Arsip Nasional RI dan Sinematek Indonesia Iswanda Fauzan S. ( LIS Rese...