Sunday, September 8, 2013

Lost In London (Part 2)





BAGIAN II – Demo & Lapar

Setelah beberapa menit beregangkan otot di rest area, saya pun meninggalkan Heathrow Airport menuju statiun Tube London Underground (MRT) yang tersedia di Terminal 3. Untuk bisa menggunakan moda-transportasi di London, kita perlu yang namanya Oyster Card, kartu pintar yang dapat digunakan untuk moda seperti Tube/Underground, Overground, dan Bus. Setelah mengamati papan informasi, akhirnya saya menemukan paket trip yang sesuai, yaitu paket 7 hari.
Tapi, kartu tersebut hanya untuk area 1-2 (central London) Harganya lumayan mahal ternyata, saya harus membayar £37 untuk mendapatkan kartu tersebut. Tapi, lebih hemat tentunya. Hehehe.

Oke, Oyster Card sudah di tangan. Tempat pertama yang menjadi tujuan adalah KBRI London yang terletak di komplek Grosvenor Square. Untuk menuju ke sana, saya naik Tube Piccadilly arah Cockfosters dan turun di stasiun Green Park. Di tengah perjalanan, fenomena yang hampir seperti di Indonesia saya alami. Ketika Tube berhenti di Hounslow Central, seorang perempuan yang sedang hamil muda membagikan amplop dengan tulisan, "Please help me. I need some cash..." Intinya, perempuan itu sedang hamil muda dan membutuhkan uang karena ditinggal pacarnya. Jadi, dia mengemis. Mirip modus pengemis di Indonesia, kan? hahahaha. Setelah berjalan 10 menit, sampai lah di tempat KBRI London.

Sayangnya, pas saya sampai, puluhan orang sudah berdiri di seberang KBRI, mereka mengibar-ngibarkan bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM). Demo. Ya, sontak saya bingung, masuk atau tidak. Ketika itu saya mengenakan kaos dengan bertuliskan “Bali”, dan demosnstran meneriakkan, “Bali is not paredise. Paradise is never bommed!!” Akhirnya saya memutuskan menunggu sampai demo usai. Takut plus ngeri juga. Hahaha. Saya pun memutuskan istirahat di taman di depan KBRI, ditemani beberapa turis lain yang asik berjemur. Sampai akhirnya saya tertidur lumayan lama. Hahaha. Rasa haus membangunkan saya, dan memaksa untuk berkeliling mencari Sainsbury’s (mirip Indomart lah di Indonesia) untuk membeli minum dan beberapa potong roti. 


Setelah berkeliling, akhirnya ketemu Sainsbury’s juga di sekitar stasiun Green Park. Harga minuman botol tanggung £0,50 (peance). Tidak lupa beli roti tawar seharga £0,80. Cukup murah. Sebelum kembali ke KBRI, hasrat kencing muncul, dan saya langsung terpikir toilet di stasiun. Sebelum masuk toilet, ada portal yang ‘meminta’ 50 peance untuk menggunakan toilet. Hahaha. Nguyo ae bayar. Sekitar pukul 19.00 saya masih dalam kondisi bingung, antara kembali ke KBRI atau berjalan-jalan dulu. Di dekat stasiun Green Park, terdapat taman yang cukup besar, Green Park Garden. Melalui taman tersebut, kita bisa menemukan Queen Victoria Memorial dan Buckingham Palace yang terkenal itu.

Senja, sekitar pukul 21.10 (9 pm), dengan perasaan was-was, saya kembali menuju KBRI. Akhirnya saya diperbolehkan numpang untuk mencuci muka, minum, dan sholat di KBRI London. Lumayan. Seorang petugas KBRI (saya lupa namanya) membantu mencarikan penginapan untuk saya. Alhamdulillah, ada 1 kamar kosong yang tersedia di Wisma Siswa Merdeka. Setelah cukup ‘sadar’, saya segera beranjak ke penginapan.

Saya menuju stasiun Bond Street, sesuai petunjuk yang diberikan oleh Bapak penjaga KBRI. Melewati beberapa blok, menembus jalanan Gilbert, Weighouse Street. Sebelum sampai di Bond Street Station, saya melihat beberapa perempuan dengan penampilan bohai dan menor, bergerombol sambari merokok dan berbincang dengan beberapa pria. Ada banyak pemandangan seperti itu. Jangan-jangan...

Nah, Wisma Siswa Merdeka ternyata cukup jauh dari central London, tepatnya di Dartmouth Road nomor 44. Untuk menuju ke sana, saya menggunakan Tube Jubilee Line tujuan Stanmore dan turun di Willesden Green, lalu jalan sekitar 200 meter. Perjalanan sempat terganggu ketika saya hilang orientasi.hahaha. karena sudah berjalan sekitar 150 meter, saya belum menemukan rumah bernomor 44. Suasana komplek juga semakin menambah kengerian, bagaimana tidak? Sepanjang jalan, suasana hening, ditambah gongongan anjing yang membangunkan bulu kudu, lalu lampu jalan yang redup lalu mati, dan menyala lagi. Biasanya saya melihat fenomena dracula di film-film, tapi sekrang saya mulai memikirkan dracula dekat dengan saya. Hahaha. Akhirnya, setelah menghubungi Mas Hanif melalui telepon umum, saya mendapatkan titik terang. Sekitar pukul 23.40, saya akhirnya sampai di penginapan.

Seorang perempuan berciri orang Jawa menyapa di depan pintu. Ibu muda. Dengan ramah ia mempersilahkan saya untuk segera memasuki ruangan kamar. Wisma Siswa Merdeka saat ini dikelola oleh Mas Hanif beserta keluarga. Ia berasal dari Jember. Saat ini Mas Hanif sedang melanjutkan S3 di sana, saya lupa di universitas mana. Hehehe. Dan wanita yang menyapa saya tadi adalah isteri Mas Hanif. Malam itu, saya satu kamar dengan tiga orang dosen dari IAIN Sumatera Utara, diantaranya adalah Pak Andri dan Pak Ridwan. Beliau-beliau ini merupakan rombongan yang baru saja selesai mengikuti Exchange program di Oxford University.

Setelah mandi, masih ada hal lain yang kurang, ngopi. Jujur, saat itu saya sedang kelaparan. Meskipun sudah ngemil roti tawat, masih saja perut kriuk-kriuk. Makanan besar terakhir yang saya makan adalah ketika berada di pesawat dari Colombo ke London. Namun, nasib saya, makanan di penginapan disediakan pagi hari. Jadi, sebagai pengganjal perut, saya makan roti tawar yang saya beli ketika terkatung-katung menunggu Demo OPM, dan rasanya memang benar-benar tawar.

Hari pertama di London, selesai.

No comments:

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL Hasil Obervasi Restorasi Arsip Nasional RI dan Sinematek Indonesia Iswanda Fauzan S. ( LIS Rese...