Saturday, September 7, 2013

Lost In London (Part I)




BAGIAN I - Depature

Pengalaman mengunjungi kota-kota menakjubkan sungguh mengagumkan. Sebagai mahasiswa yang berasal dari desa, dan kuliah dengan beasiswa pula, impian untuk berkelana ke luar negeri kadang tidak terpikirkan. Namun, Allah punya cara lain untuk membawa saya untuk memikirkan hal tersebut. Bulan Juli tanggal 8-9 saya mendapat
kesempatan menyajikan makalah dan poster di International Society for Knowledge Organization (ISKO) UK Conference 2013. Bermodalkan selembar abstrak yang saya kirimkan pada November 2012, akhirnya saya mendapat undangan atau Letter of Acceptance (LOA) – tertanggal 1 Februari 2013 – untuk hadir di kegiatan tersebut. Wow! Alhamdulillah.

Selang satu bulan kemudian, saya mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk kegiatan tersebut. Mulai dari paper dan poster, visa UK, dan mencari sponsor untuk membiayai perjalanan saya. Dan, Alhamdulillah, ada juga beberapa donatur yang mau membantu saya. Tidak lupa saya ‘nodong’ ke Fakultas dan Universitas, hehehe.

Setelah berpusing-pusing dengan persiapan dan segala macam persoalan perkuliahan, akhirnya persiapan sudah 80%. Kurang 20%, dan itu adalah biaya akomodasi. NEKAT! Itulah modal utama saya. Ha ha ha. Sisi lain hati sedikit ragu untuk tetap menuju London. Tapi, sisi hati lainnya mengatakan, “Kesempatan memang kadang datang dua kali, namun tidak akan seindah kesempatan pertama kali”. So, tancap gas terus, bro!

Keterbatasan biaya memaksa saya berpikir keras. Waktu itu, pagi, empat hari sebelum tanggal kegiatan, visa UK saya belum beres. Alasan pihak VSF (perusahaan afiliasi pengurusan visa) mengatakan dokumen saya masih di Bangkok, dan kemungkinan besar masih dalam pemeriksaan. Belum lagi tiket pesawat. Duh! Lucu juga. Lalu, sore harinya, akhirnya Visa UK saya jadi. Aneh, tapi itu lah yang terjadi. Oke, visa sudah di tangan, tiket? Belum.

Malam itu juga saya langsung meminta pertolongan kakak untuk booking tiket pesawat. Tak tik tuk... lihat rate harga. Buset. Sudah naik dan cukup mahal ternyata. Saya hampir bingung dua kali di hari yang sama. Tapi, hal itu urung terjadi. Saya menemukan penerbangan yang cukup murah jika melalui Changi, Singapore. Well, akhirnya tiket sudah beres. Alhamdulillah

Permasalahan belum selesai sampai di situ. Sekarang urusan uang saku. Lihat rekening.. Ah, Cuma ratusan rupiah. Cukup? Saya juga nggak tahu. Hahahaha.

4 Juli 2013. Akhirnya saya ‘terpaksa’ terbang ke Singapura – berbekal tiket PP CGK-LHR dan CGK-SIN, serta uang sebesar Rp. 3.800.000,00. Di Singapura, saya sengaja mengunjungi salah seorang teman yang sedang PKL di NTU Library untuk memberikan revisi tiket dua orang teman saya yang PKL di Malaysia. Tempatnya di daerah Jurong. Dan saya bermalam di sana, di kantin apartemen. Hahaha. (Karena uang tidak cukup untuk menginap).

Dini hari, tanggal 5 Juli 2013, saya menuju Boon Lay Station untuk kembali ke Changi. Lalu berangkat menuju Colombo – transit. Penerbangan dengan Sri Lankan Airline no. UL 505 pada jam 15.00 waktu Singapore. Sekitar jam 16.20 waktu Colombo saya sampai di Bandaranaike International Airport, Colombo. Di bandara tersebut, saya menunggu penerbangan selanjutnya yang dijadwalkan pada jam 02.00 dini hari waktu Colombo. Artinya, saya keleleran selama 9 jam di sana. Hahaha. Untuk menghabiskan waktu, saya berkeliling di areal sekitar Bandara. Sejauh mata memandang, warnanya hijau.

Pengalaman lucu terjadi ketika saya ingin membeli kopi. Di lantai dua Bandara, saya melihat etalase penjual kopi dengan merk Nestcafe. Dan pada saat itu cukup ramai. Sampai di depan kedai, saya berbarengan dengan seorang perempuan Filipina. Ia antre di depan saya. Kemudian ia berbincang dengan penjual yang kurang fasih berbahasa Inggris. Tak berselang lama, ia menerima secangkir tanggung kopi. Sekarang giliran saya, setelah bertanya berapa harga secangkir kopi, penjual itu menjawab dengan gagap, “You will pay it with dolar singapore or US dolar?” saya pun heran. Tentu saya balik bertanya, “How much when I use US dolar?” Si penjual dengan perasaan bingung menjawab, “Oke, this yours.” Sambil memberikan secangkir kopi.

Nah, si perempuan Filipina tadi malah bingung. Ia memprotes ke si penjual, “I was pay 10 SG $!! And you sell to him just 1 US $?” Lalu si perempuan tadi melihat saya dan bertanya, “Are you from Philippine?”. “No, I’m Indonesian. See you..” saya langsung melenggang pergi. Hahaha.

Oke, pesawat dengan nomor Penerbangan UL 303 sudah siap. Waktunya chek in. Pas pengecekan tiket dan paspor, saya harus diasingkan dari penumpang lainnya. 30-an menit menunggu, datang petugas – sepertinya dari imigrasi – dengan kemeja putih rapi, berambut klimis cepak. Setelah meneropong berkali-kali visa UK saya, ia tersenyum ke petugas lain. Dan, ia memandang saya, “Sir, I’m sorry. Your visa is currently valid. My crew wasn’t carefully . . . . Enjoy your flight!” 

Take off to London Heathrow Airport (LHR). Penerbangan yang cukup lama. Sekitar 10 jam terombang-ambing di angkasa. Tapi, makanan dan cemilan cukup mantap. Satu menu yang istimewa, Kiribat. Tidur adalah cara paling jitu untuk menikmati penerbangan. Hehehehe.

6 Juli 2013, jam 09.20 waktu London. Pesawat akhirnya mendarat di terminal 2 LHR. Turun dari pesawat, hal pertama yang terpikirkan adalah Toilet. Hahaha. Setelah itu, baru menuju imigrasi. Untuk proses imigrasi di LHR, kita diharuskan mengisi formulir terlebih dahulu. Yaa.. hampir mirip di Singapore lah. Tidak sulit untuk proses imigrasi, cukup memberikan paspor ber-visa UK, sejumlah surat pendukung (LOA dari panitia, tiket pulang, dan sedikit berbasa-basi). Setelah paspor di-cap, biasanya ada petugas yang mengawasi selama perjalanan ke luar bandara. Jika di Malaysia, Indonesia, dan Singapore, orang macam saya mungkin cukup familiar, sehingga tidak perlu kuatir. Namun, di London, berbeda. Seorang opsir bandara menyapa saya, “Sorry, Sir. Where are you come from?” Dengan santai saya jawab, “I’m form Indonesia.”

Eh, si Opsir balik nanya, “Indonesia? Oke. What are you doing in London? And... how long you will stay here?”

“ISKO UK was invited me to present my poster and additional paper on ISKO UK Conference, 8-9 July. But, I stay here for seven days.” Jawab saya.

Petugas itu bengong. Mungkin ucapan Bahasa Inggris saya ngremeng.hahaha
“Seven days?” Tanyanya heran.
“Ya, seven days.”
“Excuse me, Sir. But I was seen all passanger that visit London for five days, but they are bouhgt more baggage than you.”
“Ouh..” Respon saya. Bingung. Hahahaha. “Its a problem, Sir? ......”
 
Setelah tas saya di-cek, hanya diperiksa sebentar, si petugas tersenyum-senyum. “No, Isn’t problem..” Saya pun ikutan senyum meskipun tidak tau apa tujuan senyuman si petugas itu. Hahaha. Mungkin di hatinya berkata, “Ini orang tujuh hari bawaannya ginian doang. Bisa hidup apa?” Setelah ‘bebas’ dari si petugas, saya sejenak berleha-leha di LHR. Hahahaha. Dari sini, petualangan saya pun dimulai.

No comments:

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL Hasil Obervasi Restorasi Arsip Nasional RI dan Sinematek Indonesia Iswanda Fauzan S. ( LIS Rese...