Tahun 1999
merupakan tahun dimulainya tren baru dalam “gaya hidup” perpolitikan Indonesia
yang sampai saat ini bertengger di klasmen teratas wajah politik Indonesia.
Tren tersebut tidak terlepas dari peristiwa Reformasi setahun sebelumnya.
Sampai detik ini bumbu-bumbu eforia politik reformasi masih menjadi “bacaan”
yang paling dicari mahasiswa – termasuk saya, pengamat, dan politikus. Namun,
eforia atas tren tersebut diboncengi oleh ke-frustasi-an terhadap
partai-partai. Terutama enam partai yang mewarnai peta politik tanah air dalam penyelenggaraan negara secara umum.
Kemenangan partai-partai tersebut hanya dimanfaatkan “bocah-bocah” penggila
jabatan untuk keangkuhan dan kerakusan dalam korupsi, kolusi, dan nepotiseme second generation – setelah Orde Baru. Bagaimana
tren politik Indonesia dahulu, sekarang, dan nanti dalam kerangka geopolitik
dan geostrategi?
Tuesday, November 23, 2010
Wednesday, November 10, 2010
Berlayar Di Antara Hukum Adat dan Hukum (kep)-Aparat
Kajian Tragedi Tanjung Priok 14 April 2010
Hukum sebagai panglima,
jargon tersebut sering kita dengar sebagai “bungkus” kebusukan hukum negara
kita. 14 April 2010 adalah salah satu bentuk kecil kebringasan masyarakat yang
jengah menyaksikan tindak-tanduk aparatur hukum di negara sahabat bencana,
Indonesia. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparatur negara
tersebut disebabkan para penegak
hukum hobi dolanan moralitas dan terbiasa dengan budaya
hipermoralitas. Masyarakat
sengaja disuapi “permainan hukum” (justice game)
dengan tedeng aling-aling “permainan bahasa” (language game).
Dalam kasus Priok, masyarkat – khusunya warga yang tinggal di daerah Koja –
lebih ayem dengan hukum adat yang
telah mendarah daging dalam sanubari mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa
masyarakat merasa dijadikan lakon dalam skenario “palu hukum” aparatur negara.
Bagaimana mereka mampu “berlayar” mencari keadilan (justice) dan kebernaran (truth)?
Thursday, November 4, 2010
Menyegarkan Kembali Pendidikan Indonesia
"Kajian Studi Kultral dan Pedagogik Libertarian"
Dekade awal di
abad ke-21 menghadirkan banyak tantangan global pada tatanan pendidikan nasional.
Dr. Willy Toisuta mengatakan bahwa kekacauan manajemen pendidikan nasional
dewasa ini disebabkan pemerintah yang tidak mempunyai platform pendidikan nasional. Hal ini bisa jadi karena minimnya
kesinambungan – juga evaluasi – dari kebijakan-kebijakan yang ada. Pejabat baru
berarti kebijakan yang baru. Polemik kehadiran PP No 66 tahun 2010 menambah
daftar panjang jejak “mengenaskan” pendidikan Indonesia.
Subscribe to:
Posts (Atom)
RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL
RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL Hasil Obervasi Restorasi Arsip Nasional RI dan Sinematek Indonesia Iswanda Fauzan S. ( LIS Rese...
-
BAGIAN II – Demo & Lapar Setelah beberapa menit beregangkan otot di rest area , saya pun meninggalkan Heathrow Airport ...
-
--> Dua hari sebelum wawancara dengan Oki Setiana Dewi, saya melanyangkan sms singkat kepadanya. “Maaf, kak Oki, saya Oejank dari me...