Mang Oejank Indro
Sekarang aku mencari keadilan. Tidak ada laki-laki
yang sekeji itu selain dirimu. Bukan karena aku lahir di pedesaan kumuh yang
berair payau, berbau amis, dan penuh sesak dengan kubangan lumpur menjijikkan.
Kau ingat, ketika tubuhku kau nikmati dengan bengis birahimu? Aku memaki-maki
diriku sendiri disudut kamar kita. Tidak sekalipun kau menatapku, apalagi
membelaiku dengan jari-jari tanganmu yang kasar. Tidak lagi. Tidak seperti
dulu. Sebelum rahimku berhenti menyediakan benih seorang bayi. Iya! Aku mandul.
Aku mandul. Aku tidak bisa memberi keturunan untukmu. Keturunan yang berhulu
dari spermamu. Dan menjadi darah dagingmu.
Aku tidak akan menyalahkan Lindu, juga Teti. Mereka
tidak mandul. Mereka gadis subur yang bisa memberi keturunan untukmu. Kau akan
bahagia dengan mereka. Aku lebih senang dimadu dengan Teti, ia perempuan
baik-baik. Aku yakin itu. Ayahnya memang berandalan, tapi ibunya tidak
berandal. Aku yakin, kita bisa rukun. Asalkan kau bisa berlaku adil. Memang
sangat berat untukku. Tapi aku masih isterimu. Perintahmu adalah jalanku ke
surgaNya.