Tuesday, September 28, 2010

Narasi Kantin Asrama UI

-->
Pagi ini saya bangun tepat jam lima pagi – biasanya tidur lagi. Ritual sholat subuh saya lakoni dengan khusyu – seperti biasa. Hari ini Minggu tanggal 26 September 2010. Agenda yang terpampang di tembok kamar saya “merangsang” saya untuk segera beranjak menyelesaikan tugas – sebagai syarat masuk – dari Badan Otonom Pers kampus Universitas Indonesia atau yang akrab dengan “julukan” B.O.Pers UI.
Kegiatan jurnalistik memang sudah menjadi menu wajib yang harus saya cerna sejak SLTA. Tulisan kali ini saya buat sebagai “alibi” untuk merangsek masuk sebagai anggota B.O.Pers UI 2010. Mengacu pada tema yang tercetak pada formulir pendaftaran, yaitu membuat deskripsi tentang kantin asrama UI dari sudut pandang yang (angle) yang nyeleneh, maka saya sengaja mengambil judul “Narasi Kantin Asrama UI.
Berbicara tentang asrama, orang akan dengan cepat berfantasi tentang makanan, minuman, meja makan, dan outlet-outlet yang menjajakan danganga mereka. Paradigma yang demikian memang tidak salah. Kantin dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) memberikan definisi kantin adalah ruang tempat menjual minuman dan makanan (di sekolah, di kantor, di asrama, dsb). Namun, karena tuntutan “skenario" dari panitia yang mengisyaratkan untuk mendeskripsikan dari angle berbeda, maka saya harus mencium, melihat, mendengar, dan merasakan dengan cara yang berbeda pula. Banyak hal unik di kantin asrama UI apabila kita melihat dari sudut pandang subaltern. Sudut pandang subaltern tidak akan bisa kita temukan di buku referensi, koran, maupun media elektronik. Pandangan ini hanya akan anda temukan di tengah-tengah lingkungan bersahaja kaum santri pondok pesantren, percakapan petani, perbincangan warung kopi dan rakyat yang tertindas – rakyat jelata, tukang becak sampai tukang sampah, buruh, dan masyarakat pinggiran.

Setelah saya “bertamu” ke kantin asrama UI minggu pagi (26/9). Kantin asrama UI ternyata memilki peran sebagai social and culture interaction (interaksi sosial dan budaya) penghuni asrama, pengelola asrama, pengunjung asrama, dan masyarakat sekitar asrama. Dengan delapan pilar utama yang berdiri kokoh sebagai penopang langit-langit bangunan, kantin asrama UI menjadi tempat favorit untuk sekadar bercengkeramah, nonton tv, bertemu kerabat – bagi penghuni asrama – dan hal-hal yang bebau relaksasi. Kantin asrama UI juga mempunyai nilai akademis. Hal ini bisa dilihat dari volume mahasiswa yang melakukan diskusi berkelompok, mengerjakan tugas kulyah “berjamaah,” atau sekadar membaca buku, koran maupun majalah.
Berdasarkan pengamatan saya, kantin asrama UI juga menjadi alternatif mahasiswa dan mahasiswi untuk melepas “baju” asmara mereka. Lensa kamera saya sempat merekam tindak-tanduk dua remaja berlainan jenis kelamin sedang merekatkan tubuh mereka – sebut saja berpelukan – tanpa menghiraukan “mahkluk” Tuhan yang berlalu-lalang di sekitar mereka.
Sudah dua jam saya duduk dan jeprat-jepret gambar kesana kemari di kantin asrama UI. Saya melihat warnet (warung internet), merasakan tempat foto copy, mencium aroma masakan dari enam “pabrik” makanan dan minuman. Mahasiswa dari sunda bisa menikmati makanan khas sunda di Kantin A, arek-arek Suroboyo (Surabaya) juga dimanjakan dengan outlet khas makanan Surabaya, Ney’s Café, Kantin Kuning yang menggelontorkan masakan khas Kebumen, Kantin D, dan pusat minuman di pojok kantin asrama UI.
Kopi yang saya beli dengan harga Rp. 2.500,00 sudah mulai dingin dan berkurang isinya. Dalam word count dialog box menunjukkan jumlah karakter tulisan saya hampir mencapai 3.000 karakter. Sebagai penutup, berdasarkan pada observasi pribadi, saya tersinggung dengan sebuah spanduk yang tergantung di langit-langit bangunan kantin asrama UI. Spanduk tersebut bertuliskan “Anda berada di Asrama UI, Asri, Bersih, dan Islami.” Sebagai orang islam, saya kurang sependapat dengan tag line tersebut. Seolah-olah ada konspirasi dan islamisasi di institusi pendidikan yang bukan hanya milik orang islam. Menurut saya islam bukan hanya milik orang muslim, begitu juga dengan kantin asrama UI. Meskipun terdapat tiga mading (majalah dinding) – bercorak islami, nasrani, umum – yang menyapa kita di pintu kantin.
Mang Oejank Indro @ 2010

No comments:

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL

RESTORASI ARSIP KONVENSIONAL Hasil Obervasi Restorasi Arsip Nasional RI dan Sinematek Indonesia Iswanda Fauzan S. ( LIS Rese...