Izinkan saya untuk menceritakan sebuah kisah yang mengilustrasikan
Hukum Katup ini. Pada tahun 1930, dua orang kakak beradik bernama Dick dan
Maurice pindah dari New Hampshire ke California untuk meraih
Impian Amerika. Mereka baru saja keluar dari sekolah menengah, dan mereka
melihat sedikit kesempatan di kota
asal mereka. Maka mereka langsung menuju Hollywood
di mana akhirnya mereka mendapatkan pekerjaan di sebuah studio film.
Setelah beberapa lama, semangat wiraswata serta minat mereka dalam
industri hiburan mendorong mereka untuk membuka sebuah teater di Glendale , sebuah kota kecil
kira-kira lima puluh mil di sebelah timur laut Hollywood . Namun terlepas
dari segala upaya mereka, kedua kakak beradik ini pokoknya tak berhasil membuat
bisnisnya menguntungkan. Dalam waktu empat tahun mereka kelola teater tersebut,
mereka tak dapat menghasilkan uang secara konsisten untuk membayar sewa bulanan
yang hanya sebesar seratus dolar.
KESEMPATAN BARU
Keinginan sukses kedua kakak beradik ini kuat, maka mereka terus
mencari kesempatan bisnis yang lebih baik. Pada tahun 1937, akhirnya mereka
menemukan sesuatu yang berhasil. Mereka buka sebuah restoran drive-in kecil di
Pasadena, yang terletak di sebelah timur Glendale .
Orang-orang di California
selatan telah menjadi begitu melekat dengan mobilnya, dan kebudayaan ketika itu
berubah untuk mengakomodasikannya, termasuk bisnis-bisnis yang ada.
Berbagai restoran drive-in menjadi fenomena yang bermunculan di awal
tahun tiga puluhan, dan menjadi sangat populer. Bukannya makan di dalam ruang
makan, para pelanggan memasukkan mobilnya di sekeliling sebuah restoran kecil,
menyampaikan pesanannya, dan menikmati hidangannya di mobilnya. Pesanannya
dihidangkan dengan nampan, lengkap dengan peralatan makannya. Gagasan ini
sungguh tepat di zaman di mana masyarakat menjadi semakin cepat serta semakin
banyak bergerak ketika itu.
Restoran drive-in Dick dan Maurice ketika itu sangat sukses, dan
pada tahun 1940 mereka memutuskan untuk memindahkan lokasi usahanya ke San
Bernardino, sebuah kota kelas pekerja kira-kira lima puluh mil di sebelah timur
Los Angeles. Mereka bangun fasilitas yang lebih besar dan memperkaya menunya
dari yang tadinya hanya hot dog, fries (kentang goreng), serta shakes
(minuman), menjadi sandwich sapi panggang, hamburger, dsb. Bisnis mereka
meledak. Penjualan tahunannya mencapai $ 200.000 dan kedua kakak beradik ini
membagi keuntungan $ 50.000 setiap tahunnya – jumlah yang membuat mereka
menjadi kaum elit ketika itu.
Pada tahun 1948, naluri mereka mengatakan bahwa zaman sudah berubah,
dan mereka pun memodifikasi usaha restorannya. Mereka mulai hanya melayani
pelanggan yang datang memesan langsung, bukannya lewat mobil, dan segalanya
mereka rampingkan. Mereka kurangi menunya dan memfokuskan pada hamburger.
Mereka hapuskan peralatan makannya dan menggantikannya dengan produk kertas.
Mereka kurangi biaya mereka serta harga yang mereka bebankan kepada pelanggan.
Mereka juga menciptakan apa yang mereka
sebut Speedy Service System (sitem layanan cepat).
Dapur mereka menjadi seperti lini perakitan, di mana setiap orang
memfokuskan perhatiannya pada layanannya dengan cepat. Sasaran mereka adalah
memenuhi pesanan pelanggan dalam waktu tiga puluh detik atau kurang. Dan mereka
berhasil. Pada pertengahan tahun 1950-an, penghasilan tahunan mencapai $350.000
dan ketika itu, Dick serta Maurice membagi keuntungannya kira-kira $100.000
setiap tahunnya.
Siapakah dua kakak beradik ini? Di zaman itu, Anda bisa
mengetahuinya dengan datang ke restoran kecil mereka di pojok Fourteenth and E.
Streets di San Bernardino .
Di depan gedungnya terpampang logo yang berbunyi Mc Donald’s Hamburger. Dick
dan Maurice McDonald telah meraih impian Amerika, dan selebihnya, seperti kata
mereka, adalah sejarah, bukan? Keliru. Kakak beradik McDonald tidak pernah
berhasil lebih jauh kerana kepemimpinan mereka yang lemah menjadi seperti katup
yang menutupi kemampuan mereka meraih sukses.
KISAH DIBALIK KISAH
Memang benar bahwa kakak beradik McDonalds itu sudah mapan secara
keuangan. Restoran mereka adalah yang paling menguntungkan di seluruh penjuru
negara ketika itu, dan mereka sulit membelanjakan uang mereka ketika itu.
Kejeniusan mereka adalah pada bidang layanan pelanggan serta organisasi dapur.
Talenta itu membuat terciptanya system layanan hidangan yang baru. Malah,
telenta mereka begitu dikenal dalam lingkungan usaha makanan sehingga orang
mulai menulis surat
kepada mereka dan mengunjungi mereka dari seluruh penjuru negara untuk
mempelajari metode mereka. Pernah, mereka mendapatkan telepon serta surat sebanyak 300 setiap
bulannya.
Hal itu membuat meraka terpikir akan gagasan memasarkan konsep Mc
Donalds. Gagasan waralaba restoran bukanlah barang baru ketika itu, malah sudah
dikenal selama beberapa dekade. Bagi kakak beradik McDonald, tampaknya gagasan
waralaba itu sungguh menarik. Pada tahun 1952, mereka memulainya, namun gagal.
Alasannya sederhana. Mereka tidak memiliki kepemimpinan yang diperlukan untuk
menjadikannya efektif. Dick dan Maurice adalah pemilik restoran yang baik.
Mereka tahu mengelola bisnis, membuat sistemnya efisien, menghemat biaya, dan
meningkatkan keuntungan. Mereka adalah manajer yang efisien. Namun mereka
bukanlah pemimpin. Pola berpikir mereka membuat katupnya tertutup bagi apa yang
mungkin mereka perbuat. Dipuncak sukses mereka, Dick dan Maurice justru
terhantam oleh Hukum Katup.
KAKAK BERADIK ITU BERMITRA DENGAN SEORANG PEMIMPIN
Pada tahun 1954, kedua kakak beradik ini berjumpa dengan Ray Kroc,
yang adalah seorang pemimpin. Kroc sudah mempunyai perusahaan sendiri, yang
menjual mesin untuk membuat milk-shakes. Ia tahu tentang kisah suksesnya
McDonald’s. Restoran mereka adalah salah satu pelanggannya yang terbaik. Dan
begitu ia mengunjungi restoran McDonald’s, ia mendapatkan visi menyangkut
potensinya. Dalam benaknya ia melihat restoran tersebut memasuki ratusan pasar
di seluruh penjuru negara. Ia pun segera membuat transaksi dengan Dick dan
Maurice, dan pada tahun 1955, ia membentuk McDonald’s System, Inc. (Belakangan
diubah namanya menjadi McDonald’s Corporation).
Kroc segera membeli hak waralaba agar ia dapat menjadikannya sebuah
model serta menjadikannya sebuah model serta prototype untuk menjual waralaba
lagi. Lalu ia mulai membentuk sebuah tim dan membangun sebuah oraganisasi untuk
menjadikan McDonald’s suatu identitas bisnis berskala nasional. Ia merekrut dan
memperkerjakan orang-orang yang paling cerdas yang dapat ditemukannya, dan
sementara timnya berkembang dalam ukuran maupun kemampuannya, orang-orangnya
mengembangkan rekrut tambahan dengan keterampilan memimpin.
Pada mulanya, Kroc banyak berkorban. Walaupun usianya sudah
pertengahan lima
puluhan, ia bekerja lembur persis
seperti ketika ia baru mulai berusaha tiga puluh tahun sebelumnya. Ia hapuskan
segala macam kenikmatan hidupnya, termasuk keanggotaan klubnya, yang belakangan
katanya membuat permainan golfnya memburuk. Selama delapan tahun pertamanya
bersama McDonald’s, ia tidak mengambil upah. Bukan hanya itu, melainkan juga
secara pribadi ia meminjam uang dari bank dengan jaminan asuransi jiwanya untuk
menutup upah beberapa staf kunci kepemimpinannya akhirnya membuahkan hasil.
Pada tahun 1961, Kroc membeli hak eksklusif terhadap McDonald’s dengan harga
$2,7 juta, dan ia terus mengubahnya menjadi lembaga Amerika serta entitas usaha
global. “Katup” dalam kehidupan serta kepemimpinan Ray Kroc jelas terbuka lebih
besar ketimbang kedua pendahulunya itu.
Di tahun-tahun ketika kedua kakak beradik McDonald itu berusaha
menjual system layanan hidangannya itu, mereka hanya berhasil menjualnya kepada
lima belas
pembeli, dan hanya sepuluh diantaranya yang benar-benar membuka restoran. Dan
bahkan di perusahaan yang sedemikian kecil itu, kepemimpinan serta visi mereka
yang terbatas itu menjadi penghambat. Umpamanya, ketika pembeli walaba mereka
yang pertama, yaitu Neil Fox dari Phoenix ,
mengatakan bahawa ia ingin menamai restorannya McDonald’s, jawaban Dick adalah,
“Untuk … apa? Di Phoenix kan
McDonald’s tidak ada artinya”.
Sebaliknya,
katup kepemimpinan dalam kehidupan Ray Kroc sangat terbuka lebar. Antara tahun
1955 dan tahun 1959, Kroc berhasil membuka 100 restoran. Empat tahun
setelahnya, sudah berdiri 500 restoran McDonald’s. Hari ini, perusahaan ini
telah membuka lebih dari 21.000 restoran di tidak kurang dari 100 negara.
Kemampuan memimpin atau lebih tepatnya kurangnya kemampuan memimpin – adalah
katup yang menghambat keefektivan kakak beradik McDonald.
SUKSES TANPA KEPEMIMPINAN
Saya percaya bahwa sukses itu dapat diraih oleh boleh dikata semua
orang. Namun saya juga percaya bahwa sukses pribadi tanpa kemampuan memimpin
hanya akan membawa keefektivan yang terbatas. Dampak seseorang hanyalah
sepersekian dari apa jadinya jika yang bersangkutan memiliki kemampuan memimpin
yang baik. Semakin tinggi Anda ingin mendaki, semakin Anda membutuhkan
kepemimpinan. Semakin besar dampak yang ingin Anda berikan, pengaruh Anda harus
semakin besar. Apa pun yang ingin Anda capai dibatasi oleh kemampuan Anda untuk
memimpin orang lain.
Izinkan saya menggambarkan maksud saya. Katakanlah dalam soal
sukses, nilai Anda 8 (pada skala 1 sampai 10). Itu lumayan baik. Rasanya
amanlah untuk mengatakan bahwa kedua kakak beradik McDonald ada dalam skala
itu. Namun katakanlah juga bahwa kemampuan kepemimpinan Anda hanya 1 nilainya.
Maka tingkat keefektivan Anda akan tampak seperti ini:
Untuk meningkatkan tingkat keefektivan Anda, Anda punya dua pilihan.
Anda bisa bekerja sangat keras untuk meningkatkan dedikasi Anda terhadap sukses
serta kesempurnaan – agar mencapai nilai. Hal itu mungkin, walaupun menurut
Hukum Hasil yang berkurang mengatakan bahwa upaya untuk meningkat dua angka itu
mungkin membutuhkan energi lebih besar ketimbang untuk mencapai delapan angka yang
pertama. Jika Anda benar-benar bekerja setengah mati, Anda dapat meningkatkan
sukses Anda sebesar 25 persen.
Namun Anda punya pilihan lain. Katakanlah bahwa Anda memilih bekerja
keras untuk meningkatkan tingkat kepemimpinan Anda. Dengan berjalannya waktu,
Anda kembangkan diri sebagai pemimpin, dan akhirnya, kemampuan memimpin Anda
menjadi, katakanlah, 6 nilainya. Secara visual, hasilnya akan tampak seperti
ini:
MENINGKATNYA KEEFEKTIVAN
Dengan meningkatkan kemampuan memimpin Anda – tanpa meningkatkan dedikasi
Anda terhadap sukses – Anda dapat meningkatkan keefektivan Anda yang semula
dengan 500 persen! Seandainya Anda berhasil meningkatkan kepemimpinan Anda
hingga 8 nilainya, sama dengan dedikasi Anda akan meningkat 700 persen!
Kepemimpinan itu berlipat ganda efeknya. Saya telah berulang-ulang melihat
dampaknya pada segala jenis bisnis maupun yayasan yang tidak mencari
keuntungan. Dan inilah sebabnya mengapa saya telah mengajarkan kepemimpinan
selama lebih dari dua puluh tahun.
UNTUK MENGUBAH JALANNYA ORGANISASI, GANTILAH
PEMIMPINNYA
Kemampuan memimpin selalu merupakan katup terhadap keefektivan
pribadi maupun organisasional. Jika daya kepemimpinannya kuat, katupnya terbuka
lebar. Namun jika tidak, maka keberhasilan organisasinya akan terbatas. Itulah
sebabnya mengapa di masa sulit, dengan sendirinya organisasi-organisasi mencari
pemimpin baru. Jika negara mengalami masa sulit, akan dipilih presiden baru.
Jika perusahaan mengalami kerugian, akan dicari pendeta senior baru. Jika
sebuah tim olahraga terus kalah, akan dicari pelatih kepala yang baru.
Hubungan antara kepemimpinan dengan keefektivan sangat nyata dalam
bidang olahraga. Umpamanya, jika Anda meneliti organisasi-organisasi olahraga,
yang menjadi masalah jaranglah talenta timnya. Boleh dikata semua tim memililki
pemain bertalenta. Kepemimpinan sang pelatihlah – serta beberapa pemain kunci –
yang membuat perbedaan. Untuk mengubah keefektivan tim, tingkatkanlah
kepemimpinan sang pelatih. Itulah Hukum Katup.
Tim olahraga yang memiliki sejarah panjang dalam kepemimpinan serta
keefektivan adalah Notre Dame. Tim rugby sekolah ini telah banyak memenangkan
kejuaraan nasional ketimbang tim manapun di negara ini. Selama bertahun-tahun,
Fighting Irish telah memenangkan lebih dari tiga perempat pertandingan mereka
(tingkat kemenangan sebesar 0,759 yang luar biasa). Malah, dua mantan
pelatihnya, yaitu Knute Rockne serta Frank Leahy, memiliki tingkat kemenangan
yang tertinggi dalam sejarah NCAA.
Di tahun 1980-an, Notre Dame memperkerjakan Gerry Faust sebagai pelatih
kepala rugby-nya. Ia menggantikan dua pelatih besar pendahulu: Ara Parseghian
dan dan Devine, yang telah memenangkan kejuaraan nasional selama masa jabatan
mereka dan juga dikategorikan ke dalam National Football Foundation Hall of
Fame (semacam penghargaan bagi tokoh-tokoh berprestasi dalam rugby nasional).
Sebelum bergabung dengan Notre Dame, Faust telah mengumpulkan rekor luar biasa
selama delapan belas tahun karirnya sebagai pelatih kepala Moeller High School .
Timnya mengalami tujuh musim bertanding yang tak terkalahkan dan memenangkan
enam gelar negara bagian Ohio .
Empat tim yang dilatihnya dianggap yang terbaik di negara ini.
Namun ketika ia
bergabung dengan Notre Dame, orang segera tahu kelemahannya. Sebagai pelatih
serta penyusun strategi, ia efektif, namun ia tidak memiliki kemampuan memimpin
yang dibutuhkan untuk sukses di tingkat perguruan tinggi. Selama lima musim bertanding,
tingkat kemenangannya hanya 0,535, yang terburuk ketiga dalam sejarah rugby
Notre Dame yang sudah lebih dari seratus tahun itu. Faust hanya melatih satu
lagi tim perguruan tinggi setelah itu, yaitu Unversity of Akron, di mana
rekornya juga payah. Ia adalah satu lagi korban dari Hukum Katup.
Ke mana pun Anda
menengok, dapat Anda temukan orang-orang cerdas, bertalenta, serta sukses, yang
hanya sedemikian prestasinya karena keterbatasan dalam kepemimpinannya.
Umpamanya, ketika Apple mulai dilulncurkan pada akhir tahun 1970-an, Steve
Wozniak adalah otak di balik komputer mereka Apple. Kemampuan memimpinnya
rendah, namun tidak demikian halnya dengan mitranya, yaitu Steve Jobs.
Kemampuan memimpinnya begitu tinggi sehingga ia berhasil membangun sebulah
organisasi kelas dunia dengan nilai sembilan digit. Itulah dampak Hukum Katup.
Beberapa tahun
yang lalu, saya berjumpa dengan Don Stephenson, pimpinan puncak dari Global
Hospitality Resources, Inc. dari San Diego, California, sebuah perusahaan
konsultasi rumah sakit. Sambil makan siang saya tanyakan kepada dia tentang
organisasinya. Hari ini ia terutama memberikan konsultasi, namun dulu
perusahaannya mengambil alih manajeman hotel-hotel serta usaha-usaha wisata
yang tidak baik prestasi keuangannya. Mereka mengawasi banyak fasilitas hebat
seperti La Costa di California selatan.
Don mengatakan
bahwa setiap kali mereka bermaksud mengambil alih sebuah organisasi, mereka
selalu memulainya dengan melakukan dua hal: Pertama, mereka latih seluruh
stafnya untuk meningkatkan tingkat layanannya kepada pelanggan; dan kedua,
mereka pecat pemimpinnya. Ketika ia mengatakan hal tersebut, saya terkejut pada
mulanya.
“Anda selalu
memecatnya?” Tanya saya. “Setiap kali?”
“Benar. Setiap
kali”, katanya.
“Apakah Anda
tidak bicara dulu kepadanya – untuk meneliti apakah ia seorang pemimpin yang
baik?” kata saya.
“Tidak”, ia
menjawab. “Seandainya ia pemimpin yang baik organisasinya takkan mangalami
kesulitan”.
Dan saya berkata
dalam hati, iya juga ya. Itulah Hukum Katup. Untuk mencapai tingkat keefektivan
setinggi-tingginya, Anda harus membuka katupnya – entah bagaimana caranya.
Kabar baiknya
adalah bahwa menyingkirkan sang pemimpin bukanlah satu-satunya jalan. Sama
seperti saya mengajar di berbagai konferensi bahwa ada sebuah katup, saya juga
mengajar bahwa Anda dapat membukanya lebih lebar – namun itu adalah topik dari
hukum kepemimpinan yang lain.
Note: Bukan Karya Saya
No comments:
Post a Comment